Sunday, January 20, 2013
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Musa AS
baiklah kali ini kita akan membahas kisah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS pada zaman rasul, nah ni kisah nabi dan rasul kita selanjutnya, semoga bermanfaat untujk kita semua..
Yakub
atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan
anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di mana
ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk hidup
di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak,
kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik
tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil
tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga
jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan kemudian
Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat beliau
memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam dan setiap
nabi yang diutus oleh Allah SWT pasti memperjuangkan agama Islam sejak
Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian Islam di sini ialah,
mengesakan Allah SWT dan hanya semata-mata menyembah-Nya, meminta
pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada-Nya. Islam juga berarti
menyerahkan niat dan amal hanya semata-mata kepada Allah SWT.
Demikianlah yang kita pahami atau yang kita maksud dari kata al-Islam,
bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang terakhir, yaitu Nabi
Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari sistem-sistem sosial
yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak berbeda dari
Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika
Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di
Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru
manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika
beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah YangMaha Esa lagi Maha PerkasaV (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan
ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem
multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahwa hal ini
terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini— ketika di bawah agama
tauhid—mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibedakan
dengan masyarakat umum, sehingga karenanya mereka mempunyai kepentingan
untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian masyarakat
mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir dipimpin
keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahwa mereka adalah tuhan
atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada
dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka
disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan
keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-kelompok dari masyarakat
Mesir meyakini bahwa Fir'aun bukan tuhan namun karena mereka mendapat
tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari kaurnnya
kecuali agar mereka menaatinya sehingga mereka pun terpaksa
menyembunyikan keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala
banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa dipahami adalah, bahwa Fir'aun
menguasai semua macam tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan
berbicara atas namanya. Yang demikian ini adalah sangat jelas di Mesir.
Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir—meskipun masyarakatnya
meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun—kelompok elit yang berkuasa
membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan
perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya. Kita
akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa as
bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Mayoritas masyarakat saat
itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim.
Mereka harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh
algojo-algojo Fir'aun dan para tentaranya.
Allah SWT menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam firman-Nya:
"Maka
dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya
(seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS. an-Nazi'at:
23-24)
Manusia
saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir.
Mereka menaati—barangkali itu karena terpak-sa—perkataan Fir'aun. Mesir
kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh
tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub
atau anak-anak Israil mereka telah menyimpang dari tauhid. Mereka
mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari keluarga mereka yang
masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah
suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin
menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka
memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir diperintah
oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir menyembahnya.
Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak dan semakin
berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja mendengar
pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana dalam berita
itu dikatakan bahwa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan
Fir'aun Mesir dari singgasananya. Barangkali berita itu berasal dari
suatu mimpi dari mimipi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi
hati kelompok minoritas yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita
gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita
ini telah sampai di telinga Fir'aun.
Kemudian
Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai seorang
pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini
adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh.
Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada
Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal
mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir
pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan
kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi
budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang
terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: Anak
laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka
dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan pikiran ini
karena itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu
Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh
maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang tahun yang
ditetapkan di dalamnya bahwa anak-anak kecil harus dibunuh, ia
melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang
luar biasa. la mencemaskan bahwa jangan-jangan anaknya akan dibunuh.
Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi-sembunyi. Kemudian datanglah
suatu malam yang penuh berkah di mana Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dam
Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khawatir
terhadapnya maka jatuhkalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu
khawatir danjanganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami
akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari
para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar
wahyu Allah SWT itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan
suci ini, ibu Musa langsung menaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat
peti kecil bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu.
Kemudian ia pergi ke tepi sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati
sang ibu adalah hati yang paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi
penderitaan saat ia melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia
menyadari bahwa Allah SWT lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan
dengan dirinya. Allah SWT lebih mencintainya dibandingkan dengan
dirinya. Allah SWT adalah Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum
lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan
perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan bersikap lembut
terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi.
Sebagaimana Allah SWT memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan
membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, begitu juga Allah SWT
memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa dengan tenang dan
penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air sungai
nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak
menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi
pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti:
Jangan engkau banyak bergerak karena Musa sedang tidur. Rumput itu pun
menaati perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada
hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Istri Fir'aun keluar
berjalanjalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak
mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh
jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Istri
Fir'aun berbeda sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir
sementara istrinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang
yang keras kepala sementara istrinya adalah seorang yang penyayang.
Fir'aun adalah seorang penjahat sementara istrinya adalah seorang yang
lembut dan penuh cinta. Di samping itu, istrinya merasakan kesedihan
yang dalam karena ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan untuk
mendapatkan anak. Istri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau
harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa
kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang membantunya sudah
memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka
mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka membawa peti itu seperti
semula ke istri Fir'aun. Ia memerintahkan untuk membukanya lalu mereka
pun membukanya. Betapa terkejutnya istri Fir'aun ketika melihat Musa di
dalamnya. Maka ia pun merasakan bahwa ia mencintainya seperti anaknya
sendiri. Allah SWT menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga
air matanya berlinang.
Kemudian
ia membawa peti mati itu. Istri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil
menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia
membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas meja
makan. Ia menantikan istrinya namun yang ditunggu belum hadir. Fir'aun
mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia dikagetkan dengan kedatangan
istrinya dengan membawa Musa. Istri Fir'aun tampak sangat menyayanginya.
Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan. Fir'aun bertanya,
"dari mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian mereka menceritakan
kepadanya bahwa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi sungai.
Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan
peraturan, anak-anak yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar
keputusan Fir'aun itu, istri Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa
lebih keras:
"Dan
berkatalah istri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat hepada
kita atau kita ambil iajadi anak.'" (QS. al-Qashash: 9)
Fir'aun
tampak keheranan sekali melihat aksi istrinya yang mendekap anak kecil
yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang karena
istrinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati
istrinya menangis karena gembira seperti ini. Fir'aun mulai mengetahui
bahwa istrinya menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun
berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahwa ia tidak mampu
melahirkan anak dan menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat
atas apa yang dikatakan oleh istrinya. Fir'aun memenuhi keinginannya dan
menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika
mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa pada
wajah istrinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini.
Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga
perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun sekali.
Fir'aun menyangka bahwa istrinya tidak mengerti arti sebuah senyuman.
Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum
keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis karena lapar. Istri
Fir'aun mengetahui bahwa Musa sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun:
"Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun berkata: "Datangkanlah
kepadanya para wanita yang menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya
seorang wanita yang menyusui dari istana. Wanita itu mencoba untuk
menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan
wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap
menangis dan tidak ingin menyusu kepada seorang pun di antara mereka.
Melihat kenyataan itu, istri Fir'aun menangis karena tidak tahan melihat
penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus
dilakukannya.
Bukan
hanya istri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu
Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia
melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahwa ia sedang melemparkan
buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa
oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu
pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya. Hampir
saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan berita tentang anaknya
kalau bukan karena Allah SWT menarah kedamaian dalam hatinya sehingga
ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah SWT. Alhasil, ia berkata
kepada saudara perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun
dan berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah
engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian
saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan
kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan
mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan
kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia
mendengar bahwa Musa menolak setiap wanita yang mencoba menyusuinya.
Saudara
perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mau
aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya." Istri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa
kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya niscaya
kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau
inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan
menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan
tenang. Melihat hal itu, istri Fir'aun sangat gembira dan berkata:
"Bawalah dia sehingga masa penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia
kepada kami dan kami akan memberimu suatu balasan yang besar atas
penyusuan dan pendidikan yang engkau berikan."
Demikianlah
Allah SWT mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan
hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahwa
janji Allah SWT benar dan bahwa perintah-Nya dan ketentuan-Nya pasti
terlaksana meskipun banyak rintangan dan tantangan. Allah SWT berfirman:
"Dan
menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan
rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia
termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah
ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka
helihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,
dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu
ahu tunjukkan kepadamu ahlubait yang akan memeliharanya untukmu dan
mereha dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan Musa kepada
ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia
mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu
Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun.
Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah SWT berfirman:
Dan
Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan
supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada
seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa
dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah SWT.
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat
ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang
besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. Karena itu,
secara sederhana Fir'aun rnampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan
para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah SWT berkehendak agar Musa
terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar
pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya
yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk
pelaksanaan dari perintah Allah SWT.
Musa
tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan,
ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh
karena itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh
pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahwa
Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan dan anggapan ini.
Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui lebih
daripada orang lain bahwa Fir'aun hanya sekadar manusia biasa tetapi ia
orang yang lalim. Musa mengetahui bahwa ia bukanlah anak dari Fir'aun.
Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan
bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani
Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika
para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-jalan di
sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut
Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu
seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa
pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya
seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat
itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat sampai pada batas di
mana dengan sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru
membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki
itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu tersungkur dan kemudian mati.
Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia
adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa berdoa kepada
Tuhannya dan berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya
diriku maka ampunilah aku." Allah SWT pun mengampuninya. Dia Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. Allah SWT berfirman:
"Dan
setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan
kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota
(Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam
kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun).
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah
musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa
berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri
karena itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: 'Ya Tuhanku,
demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali
tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS.
al-Qashash: 14-17)
Kemudian
Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam.
Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di
mana ia mengkhawatirkan kejahatan akan datang padanya pada setiap
langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-gerik di sekitarnya.
Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya
Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat menolong seseorang
dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan
bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru
membunuhnya.
Dalam
undang-undang positif dinyatakan bahwa pembunuhan semacam ini dianggap
sebagai pembunuhan karena keteledoran atau karena kesalahan bukan karena
faktor kesengajaan sehingga karenannya yang bersangkutan tidak akan
mendapatkan suatu hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan
pembunuhan tanpa sengaja akan mendapatkan keputusan yang meringankannya
karena ia membunuh tanpa kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak
dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja karena yang
bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak
memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata
lain, Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan
mengetahui bahwa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim.
Kedua-duanya dari kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin
kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan
dan keperkasaan.
Musa
menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di
kemudian hari bahwa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang-orang
yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran
dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya,
Musa dikagetkan ketika melihat orang yang ditolongnya kemarin saat ini
lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi-lagi orang itu
terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa
mengetahui bahwa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui bahwa
ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak di
depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau
adalah orang yang jahat."
Musa
mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai
pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahwa Musa akan
mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih sayang
kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan membunuhku
sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin. Apakah engkau ingin
menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang yang
memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang Israil yang mengatakan
demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang
dilakukannya kemarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta
berjanji untuk tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat.
Musa kemudian kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang
Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahwa Musa
adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kemarin.
Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu.
Akhirnya, rahasia Musa tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman
datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa bahwa ada suatu
rencana untuk membunuhnya. Ia menasehati Musa agar meninggalkan Mesir
secepatnya.
Allah SWT berfirman:
"Karena
itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan
khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta
pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa
berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat yang
nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras orang
yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu
bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh
seorang manusia? Kamu tida bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang
berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.' Dan
datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-gesa seraya berkata:
'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding tentang kamu.
Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.'"
(QS. al-Qashash: 18-20)
Allah
menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa
itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang
tentu meiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat tersebut, ia
mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan Musa dari
kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka
orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahwa Musa tidak
berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa membunuh karena
faktor kesalahan, bukan karena faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu
menurut undang-undang Mesir yang dahulu dihukum dengan penjara. Lalu,
mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan
nasihat orang Mesir itu ter-hadap Musa maka kita akan menemukan
jawabannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan
persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala'
adalah para penguasa atau para pembesar yang bertanggung jawab pada
keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa
yang dilakukan oleh Musa— kalau memang dianggap sebagai suatu
kesalahan—adalah kejahatan biasa yang hanya dituntut dengan hukuman
penjara. Lalu siapakah yang membuat rencana yang demikian, dan siapakah
yang mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami
kira bahwa kepala keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui
bahwa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahwa sampainya
peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh
musuh-musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini berarti karena
keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu
menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun
justru menampik pikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan
untuk membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap istrinya yang sangat
mencintai Musa.
Akhirnya,
kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan kepadanya
bahwa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan jasadnya
kemarin. Selesailah urusan ini. Kemudian datanglah perintah dan
kesempatan untuk membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai
mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh,
tetapi Allah SWT mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan
Musa agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah SWT berfirman:
"Maka
keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan
khawatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang
yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa
meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar
dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim." Kaum itu
memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan
hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak
melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan
tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau
tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan
beliau tidak membawa makanan untuk perjalanan. Beliau tidak membawa
binatang tunggangan yang dapat mengantarkannya. Beliau tidak pergi
bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan kabar
dari seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa
melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun
dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah SWT membimbingnya. Ini
adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengarungi gurun pasir
sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu tempat yang bernama Madyan.
Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur yang besar di mana di situ
orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada binatang-binatang
tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak
membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang
ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang peijalanan Musa merasakan
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya.
Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan
istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya
tampak mulai rusak. Beliau tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli
sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai uang yang cukup untuk
membeli makanan dan minuman.
Nabi
Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk
kambing-kambing mereka. Musa ingat bahwa ia sedang lapar dan haus. Ia
berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat memenuhi perutku dengan air
selama aku tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli makanan. Musa
berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang
perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan
sampai tercampur dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa
bahwa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa
hausnya, lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat
membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami
menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang
gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak mengambil air
sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak mampu untuk
berdesak-desakan dengan kaum pria." Nabi Musa keheranan karena
mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya yang
mengembala kambing adalah kaum pria. Ini adalah tugas yang berat dan
sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian mengembala kambing?"
Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua kami sudah tua di mana
kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan
mengembala kambing setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku akan
membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa
berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahwa para pengembala
meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan
kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir
sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa
adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan
air bagi remaja putri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu ke
tempatnya. Musa kembali duduk di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa
untuk minum. Perut Musa menempel ke punggungnnya karena saking
laparnya. Musa mengingat Allah SWT dan memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan
tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia
sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang
yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa
berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu
menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat
yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan
suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah
kita tinggakan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan
pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu.
Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini
kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua
berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami
bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi
hewan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata:
"Alhamdulilah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku
dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya
melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang
kuat."
Si
ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan
katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas
jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi
menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri
di depan Musa dan menyampaikan surat dari ayahnya. Musa bangkit dari
tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud
mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari
mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata karena Allah SWT.
Beliau merasakan dalam dirinya bahwa Allah SWT-lah yang mengarahkan
beliau untuk membantu mereka.
Gadis
itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh
pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya karena merasa
malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan
tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah.
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib.
Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga
yang mengatakan bahwa si ayah adalah putra dari saudara Syu'aib. Ada
yang mengatakan bahwa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang
mengatakan bahwa ia adalah seorang lelaki mukmin dari kaumnya. Yang
jelas, ia adalah seorang tua yang saleh. Orang tua itu menghidangkan
kepada Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia
datang dan kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa
mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan
khawatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang
lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai
di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit untuk
pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan
berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau akan
memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya
kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat?"
Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang
tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah bertanya lagi:
"Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia seseorang yang jujur." Perempuan
itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di belakangku dan ia berjalan
di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama
perjalanan saat aku berbincang-bincang padanya, dia selalu menundukkan
matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik darinya."
Kemudian
orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku
ingin menikahkanmu dengan salah satu putriku. Dengan syarat, hendaklah
engkau bekerja mengembala kambing bersamaku selama delapan tahun.
Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan
darimu. Aku tidak ingin menyusahkannmu. Sungguh insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah
kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah SWT sebagai saksi atas
kesepakatan kita, baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun
maupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi kemana saja."
Allah SWT berfirman:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia
memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami.'
Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan
kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu
takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.' Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikkan) dari kamu, maka
aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah
(perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang
ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas
diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan.'" (QS.
al-Qashash: 25-28)
Ketika
sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan yang mencoba menerobos kesamaran. Mereka
bertanya tentang anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak
perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil,
dan Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan
mereka menyampaikan berbagai macam riwayat dan kisah yang mereka yakini
kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahwa Musa menikah dengan salah satu
anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa
dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahwa beliau menikah dengan gadis
yang memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang
menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Qur'an
al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman yang
tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya
mengetahui bahwa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan
boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia
menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih. Mungkin Musa
memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa gadis yang
dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling
kecil? Yang jelas Al-Qur'an tidak menyebutkan hal tersebut, meskipun ia
hanya memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
http://www.berryhs.com/2011/02/1415-nabi-musa-as-dan-nabi-harun-as.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment