Sunday, January 20, 2013
Riwayat Sejarah Kisah Nabi Harun AS
Begitu
juga Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh
Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup
dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa
dan kemurahannya serta kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah
satu nabi ulul azmi bahwa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu
sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah
Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh.
Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk
mengembala kambing. Kami kira bahwa sepuluh tahun masa yang dihabiskan
oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh
Allah SWT. Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan
Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah
cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah Ibrahim berasal
dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahwa Musa berada di atas
agama ayah-ayahnya dan kakek-kakeknya.
Nabi
Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa
sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa
sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia
merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan
bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya.
Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah
tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi
setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan
subur. Musa memperhatikan alam vang luas dan ia tampak tercengang dan
kagum dengan ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya
pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari
sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya.
Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini berarti bahwa beliau
menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir
yang menunjukkan kekuatan fisiknya; orang Mesir dengan segala makanannya
dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa
siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu
Ilahi yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di mana
Allah SWT akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh
karena itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental
dan moral, sedangkan persiapan fisik telah selesai dilaluinya di Mesir.
Musa tumbuh di istana yang paling besar vang dimiliki penguasa di bumi
dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang
pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang
berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fisik yang sangat
kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang. Yaitu
persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di mana
beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat pengembalaan yang beliau
belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah
orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering
kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan
itu. Allah SWT mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-Nya agar setelah
itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah SWT. Datanglah
suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa
merasakan kerinduan untuk kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu,
hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui
hal itu, tetapi beliau juga mengetahui bahwa undang-undang di Mesir
sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika penguasa berkehendak
maka Musa dapat menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia
akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan
hukuman. Alhasil, Musa menyadari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia
akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti
keyakinannya bahwa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun
demikian, rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya
mendorong Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa
berkata kepada istrinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir."
Istrinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu
macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Istri Musa
tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahasia
tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh
tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke
sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan saudaranya? Apakah beliau
berpikir untuk mengunjungi istri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya
ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada
seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri Musa saat
beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita
ketahui bahwa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-ketetapan Ilahi
sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan
tersebut.
Musa
keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi
di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini.
Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan
hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah-tengah perjalanannya,
Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu kemudian beliau
memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan keduanya agar mendapatkan api
darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak
mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil
itu.
Nabi
Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di
tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan
menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api
yang sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa
dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya: "Aku
melihat api di sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk
tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di
sana beliau mendapatkan suatu berita atau akan menemukan seseorang yang
dapat memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau
dapat membawa sebagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi
hangat.
Keluarganya
melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak
melihat sesuatu pun. Mereka tetap menaatinya dan duduk sambil menunggu
kedatangan Musa. Musa bergerak menuju ke tempat api. Musa segera
berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya
memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah kuyup karena hujan. Nabi
Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu lembah yang bernama Thua'.
Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak
ada rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya
keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya
sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka
tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'Bahwa telah
diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 8)
Tiba-tiba
Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar
dan datang dari segala tempat dan ddak berasal dari tempat tertentu.
Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati
suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan
berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau. Seharusnya
pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya
api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap menggigil meskipun
beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah
yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua
tangannya di atas kedua matanya karena saking dahsyatnya cahaya. Beliau
melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua
matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api?
Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu
Allah SWT memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah
SWT berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau
berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk
sementara tubuhnya tampak gemetar dan beliau mulai melepas sandalnya
Allah SWT berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembahyangsuci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah SWT kembali berkata:
"Dan
Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
(kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat
Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang
diusahahan. Maka sehali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh
orangyang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa
nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa
semakin gemetar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog
dengan Allah SWT. Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah
keheranan Nabi Musa. Allah SWT adalah Zat yang mengajaknya berbicara
dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang
dipegangnya, lalu mengapa Allah SWT bertanya kepadanya jika memang Dia
lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahwa di sana ada hikmah yang
tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak
mengigigil:
"Ini
adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa
melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa herannya semakin
menjadijadi. Tiba-tiba Musa dikagetkan ketika melihat tongkat itu
menjadi ular yang besar. Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak
mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya bergetar karena
rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya karena takut dan ia mulai lari.
Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah SWT memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al-Qashash: 31)
Musa
kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan
ular itu pun tetap bergerak. Allah SWT berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)
Musa
mengulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum
sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah
perintah Allah SWT terjadi dengan cepat. Kemudian Allah SWT
memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah
tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan
karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila
ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan
tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa
bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana
diperintahkan Allah SWT padanya sehingga rasa takutnya benar-benar
hilang.
Musa
merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah SWT memerintahkan
kepadanya—setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat
tangan dan mukjizat tongkat—untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah
kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dan Allah SWT
memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa
menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahwa ia telah
membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khawatir mereka akan
membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah SWT dan memohon
kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah SWT
menenangkan Musa dengan mengatakan bahwa Dia akan selalu bersama mereka
berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-gerik dan perbuatan mereka.
Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun
kali ini Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka.
Allah SWT memberitahu Musa bahwa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa
dan memohon kepada Allah SWT agar melapangkan hatinya dan memudahkan
urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Apakah
telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu
berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini),
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit
darinya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka
ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya
Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya
kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu,
maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah
Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat
itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri
itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu
kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musaf'Ini adalah tongkatku,
aku bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambinghu,
dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman:
Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka
tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Peganglah ia
dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi
putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk
Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang
besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melam-paui batas.
Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah
untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahhu, supaya mereka
mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku,
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih
kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah
Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan permintanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah
memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami
mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia
(Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka
pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun)
musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang
yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.
(Yaitu) ketika saudammu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada
(keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan
memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang
hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang
manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di
antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang
ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS.
Thaha: 9-41)
Kita
tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentari
berkaitan dengan firman Allah SWT kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan
Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah SWT telah memilih Musa. Itu
adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di
zaman itu yang mampu mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk
menemui keluarganya setelah Allah SWT memilihnya sebagai Rasul atau
utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta
kaluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah SWT yang mengetahui
pikiran-pikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat beliau
mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah
masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan
kebahagiaan, dan akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah
Nabi Musa memikul amanat kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya
kepada salah satu penguasa yang paling bengis dan paling kejam dan
paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahwa Fir'aun adalah
orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya
dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk
pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih
sayang. Allah SWT mewahyukan kepada Musa bahwa Fir'aun tidak akan
beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang disiksa oleh
Fir'aun.
Allah SWT berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka
datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kdmi berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama
kami dan janganlah kamu menyiksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah
tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan
tantangan. Fir'aun menyiksa Bani Israil dan menjadikan mereka
budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka.
Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih
anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahwa rezim Mesir berusaha
untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar
kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap
memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun,
sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat
atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa
bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah SWT, tentang
rahmat-Nya, tentang surga-Nya, dan tentang kewajiban mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan
Fir'aun melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang
dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahwa
seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk
menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat
tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa
menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun
bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara
mereka adalah budak-budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba
Allah SWT, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun
bertanya: "Bukankkah engkau mengatakan bahwa namamu Musa?" Musa
menjawab: "Benar." Fir'aun berkata: "Bukankkah engkau yang kami temukan
di sungai Nil saat engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan
kekuatan? Bukankkah engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu
engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati
kebaikan-kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang
lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu? Bukankah
mereka mengatakan bahwa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau
begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau
adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang
lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan
berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa.
Sungguh aku telah lupa."
Musa
mengerti bahwa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan
Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya bahwa ia telah mendidiknya dan
berlaku baik padanya. Musa juga memahami bahwa Fir'aun mengancamnya
dengan pembunuhan. Musa memberitahu Fir'aun, bahwa ia bukan seorang
kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi saat itu beliau melakukannya
dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahwa ia lari dari Mesir
karena khawatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan yang dilakukan
olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh
seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahwa Allah SWT telah
memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah SWT
menceritakan sebagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah
as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah
kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak
bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka
akan mendustakan aku. Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancar
lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap
mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman:
'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah
kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat);
sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan).
Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi)
beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal
bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu
perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan
orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah
melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.
Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, hemudian
Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di
antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian
bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahwa ia telah
berbuat baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa
ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahwa nikmat yang engkau
berikan kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana
aku adalah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat
ini sebanding dengan cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di
mana engkau memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan
cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian maka logika mengatakan
bahwa kita seimbang: tiada yang berutang dan tiada yang meminjam. Jika
tidak demikian maka siapa yang memberikan bagian yang lebih besar?
Alhasil
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah SWT, yaitu satu urusan yang aku
tidak membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari
bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku
adalah seorang utusan dari Allah SWT. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur
alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan
lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS.
asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun
berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang
gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan
ejekannya:
"Tuhan
yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya:
(Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah SWT menceritakan sebagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun
bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata
Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak
mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang
kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus
kepada kamu sekalian benar-benar oranggila.' Musa berkata: 'Tukanyang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah
Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah SWT mengingatkan dalam surah Thaha sebagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa. Allah SWT berfirman:
"Maka
datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kami berdua adalah utnsan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama
kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang
kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan)
atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka
siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
hejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka
bagaimanakah headaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab:
'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab.
Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS.
Thaha: 47-52)
Kita
perhatikan bahwa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan
Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya
sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran
tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun semata-mata hanya untuk
mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawaban yang sempurna dan
mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang
memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah
sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang
membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehinga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah SWT-lah yang
megerahkan segala sesuatu; Allah SWT-lah yang menguasai segala sesuatu;
Allah SWT-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah SWT-lah yang
menyaksikan segala sesuatu." Al-Qur'an al-Karim mengungkapkan semua itu
dalam ungkapan yang sederhana namun padat artinya, yaitu dalam
firman-Nya:
"Musa
berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk."
(QS. Thaha: 50)
Kemudian
Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun
masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "Bahwa
masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah SWT adalah
masalah yang semua itu berada di sisi Allah SWT. Atau dalam kata lain,
semua itu diketahui oleh Allah SWT. Keadaan di masa-masa yang dahulu
tercatat dalam kitab Allah SWT. Allah SWT menghitung apa yang mereka
keijakan di dalam kitab. Allah SWT tidak pernah lupa." Jawaban Nabi Musa
tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di
masa-masa pertama. Jadi Allah SWT mengetahui segala sesuatu dan
mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah SWT tidak
menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan
dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadihan
bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan.
Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.
Sesungguhnya pada yang dernikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya
Kami akan mengeluarkan kamu pada kaliyang lain. " (QS. Thaha: 53-55)
http://www.berryhs.com/2011/02/1415-nabi-musa-as-dan-nabi-harun-as.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment